Cuplikan dari detikinet.com
“Dalam undang-undang, software bajakan yang dilarang adalah untuk kepentingan komersial. Jadi untuk kepentingan komersial dilarang! tapi untuk kepentingan pelatihan, dan di instansi-instansi itu diperbolehkan,”
Kalimat di atas adalah pernyataan seorang AKBP1 di Makassar berkaitan dengan razia software bajakan yang sedang dilakukan di sana. See, razia software bajakan emang dibenarkan dan seharusnya demikian. Cuman komentar si Oom AKBP itu kalo ga dibilang keblinger kok ya o’on banget kesannya.
Kalo dalam pengertian orang awam hukum seperti saya ini, berarti ada beberapa kesimpulan dari pernyataan di atas:
1. Jualan software bajakan = HARAM (pokoknya yang menghasilkan duit dari pemakaian/penjualan software tersebut)
2. Instansi-instansi (termasuk instansi kepolisian sendiri, mungkin) memakai software bajakan = HALAL (atau mungkin diharuskan ?)
Nah bikin SIM ajah ke salah satu instansi kan kita mesti keluar duit, berarti si instansi dapat duit. Itu bukan termasuk komersil yah ? Ck ck ck ck. Si Oom kayanya cuman inget isi pasal 72 ayat 3 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta soal kata “kepentingan komersil”.
Bunyi lengkap pasal 72 ayat 3 tsb adalah :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).“
Tapi apakah memang pasal tersebut diterjemahkan sesuai dengan komentar Oom AKBP di atas? Saya rasa kok nggak yah. Trus pasal-pasal lain dikemanain ? Belum lagi pernyataan di atas kok bertentangan dengan surat dari Menkominfo periode sebelumnya (Syamsul Mu’arif) yang mengajak melakukan tindakan konkrit berkenaan dengan pemakaian software di instansi pemerintahan. Salah satunya adalah dengan tidak menggunakan software bajakan dan menggunakan solusi alternatif software open source.
Apakah ini untuk ngeles bahwa kenyataan instansi-instansi pemerintah tingkat pemakaian software bajakannya mencapai 90% ? Jadi dengan pernyataan tersebut di atas, angka 90% tersebut dibenarkan (baca:dihalalkan). Pantes saja razia selama ini beraninya cuman ke toko-toko di Mall (termasuk toko komputer).
Nah loh. Gimana bisa bener penegakan hukum kalo caranya seperti ini, aparatnya sendiri bikin pertanyataan-pernyataan rancu yang keblinger kaya gitu.
Haiyaaa ….
1:Ajun Komisaris Besar Polisi