Yah, hari ini hari Senin 23 Oktober 2006. Dan mayoritas di Jawa Timur merayakan lebaran hari ini.
“Wah kamu ikut Muhammadiyah?”
Umm, ngga seperti itu sih. Begini, sampai Minggu malam kemarin waktu selesai sidang isbat, 1 Syawal 1427H di tetapkan jatuh pada hari Selasa 24 Oktober 2006. Ini sebagai hasil dari pengamatan hilal di 29 tempat yang belum terlihat (atau mungkin belum sempurna). CMIIW. Sementara Muhammadiyah tetap pada tanggal 23 Oktober. (at the end, Arab & OKI juga tanggal 23 Oktober)
Nah, Minggu malam (sekitar jam 11.35) di kampung saya ada seorang anggota NU tergesa-gesa ke musholla sambil membawa selembar fax. Isinya, pengurus NU Jatim telah mengeluarkan pengumuman bahwa hilal sudah terlihat hasil pengamatan di daerah Bangkalan dan Pantai Cakung, Jakarta. Detilnya bisa baca di sini. Beruntung masih ada beberapa orang yang sedang tadarus di musholla kampung, dan juga ada yang nongkrongin JTV. Cuman jadilnya semua malam itu malah pada kelabakan.
Kelabakan? Kok bisa?
Begini, ada satu tradisi di kampung saya (Plambesan, sebelum gerbang perumahan Karanglo Indah-Singosari, Malang) dalam merayakan Idul Fitri. Sebagai tanda syukur, setelah selesai sholat Id dan khutbah Idul Fitri, semua jamaah saling bersalaman kemudian berkumpul di sekitar musholla. Nah setelah itu kami saling membagikan makanan. Istilah dalam bahasa jawa, saling bagi-bagi berkat. Isinya nasi dan lauk pauk yang dikemas dalam kotak atau bungkus khusus dari plastik (bukan bungkus kertas kalo beli makanan di warung). Nah, kami masih berpatokan bahwa 1 Syawal akan jatuh hari Selasa 24 Oktober, jadi segala kegiatan masak-memasak (biasanya dilakukan di rumah masing-masing) akan dilakukan hari Senin.
Nah, berkaitan dengan pengumuman susulan yang mendadak dari NU tersebut, jelas satu kampung jadi blingsatan. Jadilah malam itu sebagian orang takbir, sebagian lagi sibuk memasak. Yang belum sempat persiapan/belanja bisa gabung dengan rumah yang udah siap. Jadi saling gotong royong gitu. Seperti Pak Saniman yang langsung masak di halaman rumah.
Lho, kok?
Lha iya, dia langsung sekali masak dengan 4 kompor yang tidak akan muat kalo dilakukan di dalam dapur. Jadilah halaman rumah yang dipilih dibantu dengan yang lainnya. Seru pokoknya.
Alhamdulillah sehabis Subuh, semua udah kelar. Makanan udah siap walaupun ragamnya tidak sebanyak tahun sebelumnya. Maklum versi darurat. Pada akhirnya, esensi lebaran kan bukan pada makanan “berkat” itu sendiri.
Seperti biasa setelah acara bagi-bagi “berkat“, pulang ke rumah untuk sungkem ke orang tua serta saudara-saudara. Sehabis itu baru berkeliling desa dari satu rumah ke rumah untuk silaturahmi. Walau udara Malang hari itu tidak bersahabat, panas dan berdebu (pa lagi kalo ada angin) tapi kegiatan ini tetap berjalan meriah.
Suasana jadi kelihatan sepi. Warga NU yang belum mengetahui pengumuman dadakan itu banyak yang akan merayakan lebaran Selasa, jadinya masih ada yang puasa. Sedangkan yang merayakan lebaran hari ini juga sudah mulai berangkat berkunjung ke saudara-saudara di luar kampung/desa atau malah luar kota.
“Ngaturaken sugeng riyadi 1427 H.
Minal Aidzin wal Faidzin, Taqaballahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum, Kullu Amin wa Anum bi khoir.
Nyuwun pangapunten mugi sedoyo kalepatan ingkang kulo sengojo lan mboten sengojo lebur ing dinten fitri meniko.” (**)
Terjemahan bebasnya: “Selamat hari raya Idul Fitri 1427 H. Mohon maaf lahir dan batin” :P
(**) Buat rara, bayangin tuh bilangnya dengan gaya Bimo di film Jomblo lengkap dengan seragam gatotkaca-nya :D Dug drudugdugdug dug, bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis maweh gandrung sabarang kadurung *klonthang klonthang .. gubrak* (nyenggol tumpukan kaleng :P)
Disarankan untuk tidak menahan tawa, dari pada jadi kentut yang menyusahkan sekitar :P