[#31DaysOfDecember] 21 – For Sale

Plan to sell these gadgets.

All in good conditions and complete set with box etc, better check your self :) You can email me at nuri dot abidin at gmail dot com or Line-me/mention me in twitter @nurikidy

Nikon D600 & Nikkor Lenses

It’s hard, but I’m using my Fuji more and practically this FX Nikon only used for photo studio only. D600 will be a package with 3rd party battery grip and additional battery. Lenses are sold separately.

Fujifilm X-100s

4 continents, many immigration stamps in my passport, 1 camera. Including hoods, leather case, 2 additional batteries.

Traktor Kontrol Z1 

IDR 1.8 mio full set in very very mint condition :)

macbook air is not included :) it’s sold separately :)

last update: June 16, 2015

Paris Two Face Part #2

So you’ve seen some of the part of Paris. Now let me show you the other part of The City of Love. This part is in Bahasa Indonesia :P

Tahu ga kalo P di kata PARIS itu singkatan dari Pickpockets?

[label style=”red”]Yup, copet![/label]

Ok, itu karangan saya doang. Tapi saya serius soal copet di sana. Paris ada di urutan ke-3 kota dengan pencopet paling banyak atau tingkat kecopetan tertinggi di Eropa. Ok, versi saya lagi tapi ini hasil kompilasi beberapa artikel tentang top 10 Cities of Pickpockets. Kalian bisa Googling sendiri lah.

paris_ip5_20140916173735_2712

Saya teringat setahun kemarin saat seorang teman ingin berwisata ke Paris. Saya secara khusus menekankan ke dia untuk hati-hati akan pencopet di Paris. Cuman saya lupa dah dah telat ngasih tahu ke dia kalo Brussel itu juga sarang copet. Kejadian lah…

Maafkan saya :(

Tapi kamu tetap menikmati liburannya kan? Although with a little grunt, you’ll always have a unique story to tell :) And it’s much more awesome than watching a bridge without getting off the bus :p

Balik ke copet. Dibandingkan saat pertama kali saya datang ke Paris, angka kriminalitas aksi pencopetan ini bisa dibilang naik berkali lipat. Saya bilang sih dah dalam tahap memprihatinkan dan bisa menimbulkan dampak ga baik untuk pariwisata Perancis atau dalam hal ini kota Paris.

Korban paling menderita adalah wisatawan asal China. Tahun 2013 lalu saja angka kriminalitas yang menimpa wisatawan asal China naik hingga 22% dari tahu sebelumnya. Ga heran kalau Mei 2014 lalu ada berita kalau pemerintah China akan mengirimkan polisi ke Paris untuk membantu berjaga-jaga khususnya mengamankan wisatawatan China yang ingin menghabiskan liburan musim panas di sana.

Menurut Global Blue, wisatawan China diperkirakan menghabiskan rata-rata $2,020.66 tiap kali belanja.  Tentu saja kebanyakan berbelanja di butik-butik terkenal. Dan itu menjadikan mereka sebagai tukang belanja nomor 1.

Hal lainnya adalah, wisatawan asal China rata-rata belanja tunai, bawa Euro tunai dalam jumlah besar. No credit cards. Belum lagi sehabis belanja, paperbag butik-butik terkenal pada bergantungan di tangan mereka laksana pelayan warung Padang dengan tumpukan piringnya. Nah, gimana ga jadi sasaran utama para pencopet, penipu atau penodong tuh?!

Mereka ada di obyek-obyek wisata mulai dari Eiffel, museum hingga Champs Elysees. Sepertinya ga ada stasiun Metro yang ga ada copetnya deh, apalagi stasiun segede Gare Du Nord.

Kita ga akan tahu  – atau paling ga akan susah banget – membedakan mana copet, turis atau warga Paris itu sendiri. Lha, tampangnya saja pada bule semua. Pada rapi, pada modis :( Belum lagi banyak copet itu masih abege-abege.

Karena kriminal yang masih di bawah umur kalo di Perancis -sesuai dengan hukum di sana- paling hanya akan dipenjara semalam. Setelahnya mereka akan di lepas dan sehari kemudian akan nyopet lagi.

[divider type=”dashed”]

Berikutnya adalah

[label style=”red”]scam, penipuan.[/label]

Seperti halnya pencopet, para scammers – penipu ini datang membanjiri Paris (hiperbolik tapi jumlahnya emang banyak banget sih) terlebih di musim panas. Bentuk penipuannya sih macam-macam. Mulai yang paling sering dipakai adalah trik nemu cincin jatuh hingga nawarin kamu baju-baju dari “butik terkenal” yang ga jadi digunakan karena fashion week telah berakhir.

Berikut ini adalah beberapa modus penipuan yang sering digunakan:

Nemu Cincin

Ini biasanya di Montmartre atau di sepanjang tepi sungai Seine. Tapi karena kemarin itu itungannya sudah bukan summer lagi, saya ga ngelihat penipuan modus ini.

Modusnya sih kalian akan disamperin orang yang bilang baru saja nemu cincin di jalan. Dan menawarkan cincin itu ke kalian seharga beberapa Euro. Well, it’s a fake ring and not even gold.

So, just say NO! And walk away.

Gelang persahabatan

Sejauh ini saya banyak melihat mereka di Sacre Coeur dan beberapa di bawah Menara Eiffel. Modusnya, jika kalian mengunjungi Sacre Coeur setelah puas foto-foto di Square Louis-Michel, secara naruliah kalian akan mengambil jalan naik sebelah kanan.

Saya juga begitu kok. Nah tepat diujung jalan, kalian akan dicegat beberapa orang berkulit hitam (bukan bermaksud rasis yah) yang akan menawarkan kalian gelang/cincin persahabatan atau apalah namanya. Gelang ini dari benang sih.

Nah apapun yang ada di benak kamu saat itu, just say No! Non! Nggak!

Mending tangan kamu masukin ke saku celana/jaket saja karena mereka ini cukup maksa-maksa. Tau-tau tangan kita dah digenggam ajah dan gelang dipasang. Brengseknya kita ga akan bisa melepas gelang tersebut, paling ga saat itu. Mereka jago banget ngiketnya. Nah kalo ini sampe terjadi, kalian bakal dipalak harga gelang dengan nonimal ga masuk akal. Gelang kaya gituan di toko-toko suvenir di bawah ga lebih dari 2 Euro. Itupun serentengan. Nah kalian bisa dipalak 10x lipatnya. Atau kalo kalian sial, pas ga bawa duit, kalian bakal digiring ke ATM terdekat and who knows next.

Polisi? Polisi ada jam patrolinya. Karena saya ngabisin waktu seharian di sana, yang saya amati para polisi ini rutin patroli berkeliling sampe jam 12 siang saja. Sehabis itu mereka hanya muncul sesekali, dan di waktu ini lah para penipu itu beraksi.

Sumbangan sukarela

Wah kalo ini kasat mata ada di mana-mana, kecuali di Metro. Biasanya cewek-cewek atau anak-anak bawa map yang berisi “daftar penyumbang” dengan kop kertas sumbangan berbahasa  Perancis. Jika kalian bisa berbahasa Perancis, tentu akan janggal baca kertas sumbangan itu, tapi yang mereka incar adalah turis-turis “berhati mulia” yang memang ga bisa berbahasa Perancis.

Dan begitu kalian tanda tangan, yang ada kalian akan dipalakin juga dengan nilai sumbangan yang cukup gede. Kalian ga tau kan bunyi kalimat di kertas sumbangan/petisi itu? Modus lain adalah mereka akan pura-pura bisu tuli dan minta anda menandatangani petisi tersebut.

Di Champs Elysees saya diikuti 2 cewe yang gigih minta sumbangan dan nanya saya bisa bahasa apa. Mulai Inggris, Jepang, Korea, Thailand (yaelah tampang jawa gini…). Dan mereka akhirnya nyerah setelah saya bilang “Parlez Klingon?” Dan saya mulai meracau dalam bahasa Klingon seingat yang pernah saya tonton di serial Star Trek. Saya juga ga ngerti ngomong apaan :P But it works, they went away dan saya bisa kembali jalan dengan tenang menikmati macet dan berisiknya Chamsps Elysees.

Same rule. Say no, and go away. Saya sampe harus membentak 2 ababil di Notre Dame karena mereka ngeyel dan sudah dalam tahap mengganggu.

Yang lain?

  • Ada Shell Game. Itu lho, kalian harus menebak 1 di antara 3 gelas (atau apalah bentuknya) yang ada isinya. Lihat video ini deh . Kalian mesti hati-hati karena penipunya juga nyaru jadi penonton dan copet juga beraksi di sini.
  • Cafe-cafe dengan harga ngemplang. Jadi kalo ada cafe dengan menu semua in English tapi ga ada pricelistnya, mending cabut ajah deh.
  • Toilet umum yang…. ewwww. Bahkan toilet di Laffayete-pun agak memprihatinkan.
    paris_x100s_20140915190243_6286

    WC umum paling bersih dan segar yang telah saya cobain seminggu kemarin :P Dan gratis pula. Yah bisa ngasih sekedarnya sih ke ibu-ibu yang jaga

    paris_x100s_20140915204050_6358

    antri di toilet, awas ada copet…

    paris_x100s_20140915194131_6301

    ngedumel pipis ajah kena ‘charge’ 1000-2000 rupiah? Gimana kalo kena 1 Euro?

  • Jangan kaget kalo kalian akan sering mencium bau pipis di banyak tempat. Apalagi di seputaran metro. Satu dekade lalu saya pertama kali ke Paris juga sudah begitu.

Nah apa yang mesti dilakukan buat menghindari hal-hal kriminal?

Kalo saya sih saya berusaha membaur dengan penduduk lokal. Bisa dikit-dikit (buanget) ngomong Perancis. Ini bisa membantu, karena Parisian akan mendadak jauh lebih ramah kalo kita berusaha ngomong dengan bahasa Perancis walopun amburadul. Well, ga semua juga sih :P

Ga usah sok dandy, over fashion kaya pemuda-pemuda di sini,  ga nenteng2 SLR dengan segala perlengkapan lenongnya (done that and no more except i’m on special assignemnt) . Gak sok gaya-gayaan apalagi sibuk selfie.

paris_x100s_20140915201717_6344 paris_x100s_20140915203252_6356
Parisian in a Metro

 

paris_x100s_20140915181143_6249 paris_x100s_20140915232441_6436
2 foto terakhir ini diambil di hari yang sama hanya beda jam dan tempat. Which one is fashion failed?

Parisian itu casual kok, gayanya sederhana tapi matching. Yah mungkin agak bedalah di seputaran Champs Elysees. Tapi ga pada pake celana pendek, baseball cap dengan tshirt tulisan/gambar macam-macam.

Pake iPhone jauh lebih efektif buat saya dibandingkan harus bawa dan buka peta segede gambreng itu. There’s a lot of app for your smartphone to keep you safe and lost direction :)

Intinya ga usah over, nikmatin saja kota dan suasananya. Banyak hal yang bisa kalian lakukan.

Leyeh-leyeh di taman (ada banyak taman yang bagus dan nyaman di Paris) sambil baca buku, dengerin musik dan berjemur. Kalo ada teman bisa sambil ngobrol + makan siang/sore + bawa wine, piknik deh. Tapi ya hati-hati jangan naruh tas/handphone sembarangan.

Kuliner? Pastry Perancis kan terkenal tuh. Nongkrong di Cafe sampe bosen juga bisa.

Banyak tempat yang bisa dijelajahi. Saya saja masih belum khatam zone 1-3. Menjelajah Louvre pun belum tamat. Seperti 13 tahun lalu, kali ini kembali saya ga punya kesempatan untuk main ke Versailles. Saya juga penasaran dengan Catacombs, labirin lorong yang dibentuk dari tumpukan tengkorak serta tulang belulang manusia yang berada di bawah kota Paris. Saya belum sempat sekalipun masuk pemakaman/Cemeterie di Paris. Padahal keren tuh buat obyek foto yang rada-rada sureal/gothic.

Di mana-mana saya lebih sering naik Metro dibandingkan bis. Eh kecuali di Kyoto dan San Francisco sih yang rute utamanya emang jalur bis. Sempat ketemu beberapa pengunjung dan mereka cerita soal spending time di bis umum (RATP) nikmatin jalan. Satu hal yang ga kepikir, padahal Navigo cardku bisa buat bis juga.

Kali ini saya bawa X100s dan XT-1, dibanding Fujifilm DL series saya dulu bedanya seperti bumi dan langit. Tetap saja ternyata saya ga segitu banyak juga mengambil foto. Too carried away, damn…

Mungkin alasan biar bisa balik lagi ke sana untuk serius moto dan ngider-ngider pake bis hehehehehe *mulai budgeting dan hunting tiket promo*

Nah, ada yang mo join? 

Bon retour au Paris

About a decade ago I spent almost a month at Paris. For business trip. Still remember how we rush every morning to catch trains to Anthony. Since we lived around Porte Maillot (zone 1), it need about 1 hour+ to be at Rue Jacques Rueff, Anthony (zone 4).

Around 19h afternoon, we’d be back to zone 1. Usually I will spent the night wandering around St Germain or Quarter Latin, usually with Mas Hanny. The rest of the group choose to go straight to nearest McD and back to the hotel. If I have nothing to do (usually Friday night) i walked a long Champs Elysees, from Arc de Triomphe to Louvre back and forth. You could walk through Place de la Concord to Jardin des Tuileries until you reach the Louvre pyramids, or turn to rue de Rivoli and come back via Quai des Tuileries following the river banks of Seine.

There were funny things also. We ended up having dinner in an Indonesian Restaurant (the owner from Surabaya) in rue de Vaugirard where we actually wanted to go to Pigalle *rofl* Edhiem phone fell of the metro platform and he jumped down to take it while people were screaming. It was Siemens something, the most expensive phone at that time (well compare to what displayed in stores around Paris). My colleagues brought so many bread from hotel breakfast for snack and lunch because they couldn’t eat salmon steak everyday like I did. Hey, it’s big yummy salmon steak with delicious french fries and I like it. I asked nobody to eat what i eat :P And it’s only 10 Franc (or less, i forgot about it).

This September, I’ve got a chance to visit The City of Light again. Air France now has direct flight from CGK to CDG with 2 hours transit in Singapore. But i miss ANA :( The (japanese) food, the entertainment, smiles and hospitality of the cabin crew. Well, Air France is OK, but nothing special actually.

Landing at CDG around 7h, very long queue in the immigration with only 5-6 officers on duty. Took me 1 hour to pass the immigration. FYI, French immigration is well known as the “friendliest” immigration for Schengen visa holder. Try to enter via Frankfurt, you’ll be asked many questions.

iphone_IMG_2375

long queue

CDG

CDG

CDG 2E arrival Hall

CDG 2E arrival Hall

Basically, there are 3 ways for you to get to downtown Paris:

  1. By taxi, you’ll enjoy the ride, watching the view from the suburb of CDG area until entering the classic city of Paris. But it will cost you about EUR 50 or more. I used it a decade ago so not for this time.
  2. By bus, it will cost you EUR 10, and the stop point is at Paris -Opera. There are also EUR 6 bus with stop point at Paris-Nation or Paris Gare de l’Est. Not my choice. Travel time is about 80-90 minutes and I’m not planning to wandering around Nation/Gare de l’Est with my luggage.
  3. RER B. This train will take you downtown in 30 minutes, cost EUR 9.75. I can stop at Les Halles and change to Metro 11 to take me to my AirBnb apartment. But I choose to stop at St Michel – Notre Dame instead.

The RER B station is located 1 floor below the arrival hall. It’s easy to find it, just follow Paris by Train sign. If you’re wanting to buy a simple train ticket to Paris and you have a [label style=”red”]smart chip credit card[/label] or [label style=”red”]Euro coins[/label], you can use these [label style=”green”]green Billetterie[/label] vending machines to purchase such tickets. Don’t worry, there are also vending machines where you can exchange your 5-10-20 euro notes to coins.

Paris by Train

Paris by Train

iphone_IMG_2395

going to train station downstair

iphone_IMG_2396

Billetterie for purchasing ticket to downtown Paris

And this is what i’ve got… vending machines are not at service. I thought there are strike from SNCF employee. Employee/labour strikes happened quite often in France. Heard some officers said that RER might not operate that day so we have to use bus. Arrghhh!!!

iphone_IMG_2397

en service but not in service

en service but not in service

After getting your train tickets, you can continue to turn towards the train platforms which will require descending another set of escalators or stairs onto Level 1. The Paris Train platforms are marked as “Voie” (“platform”) 11 and 12 and also show “RER B Paris par Train“, the Regional Express Network trains that operate between Roissy-Charles de Gaulle and Paris city centre.

My RER was got delayed because of the incident, so i have to wait until 12h to get on the train. Such a waste of time. But finally we knew that there were accident in Le Blanc Mesnil that interrupt the RER B traffic from/to CDG2.

So, spent my lunch time around Notre Dame and rendezvous with Winstem an hour after that. I’ve managed to ‘smuggled’ packs of tea for him hehehehehe :) You wont find Teh Poci in there :P

iphone_IMG_2458

me & winstem across Louvre

After that, me and Winstem go to 96 Rue de la Fontaine au Roi, the place where i will stay for the next 7 days. Thanks to Airbnb :)

iphone_IMG_2463

that’s my dinner, a tripod long sized sandwich….

iphone_IMG_2982

being a Parisian, live in a small but very nice flat & neighborhood.

Bon retour au Paris, la ville de la lumière, la ville de l’amour

These are some photos from my X100s

(Traveling) Kyoto – Teramachi & Nishiki Market

Ramalan cuaca di Jepang itu menjadi suatu hal yang menyenangkan tapi sekaligus menyebalkan.

Menyenangkan karena ramalannya akurat, paling ga selama seminggu kami di sana. Kalo disebutkan suhu udara antara 2-11 derajat, maka kisarannya ya sekian. Kalo dibilang hari itu akan bersalju, ya saljunya turun beneran.

Menyebalkan juga karena ramalannya akurat. Hari terakhir kami di Kyoto ramalan cuacanya adalah hujan. Dan hujannya beneran terjadi, mulai jam 2 pagi sampai jam 8-9 malam ga berhenti. Great. Berantakan deh itenerary hari itu.

Acara mengunjungi beberapa kuil termasuk imperial palace terpaksa dibatalkan. Karena percuma saja atau setidaknya tidak akan maksimal karena banyakan spotnya kan outdoor seperti Zen Garden, arsitektur bangunan dan sejenisnya.

Kyoto seminggu ini dah dingin, sekarang ditambah hujan seharian pula. Bakal berabe nih kalo kepala sampe keguyur hujan lumayan lama. Akhirnya kami meutuskan untuk mengunjungi Kyoto Handicraft Center serta blusukan di Nishiki Market dan sekitarnya saja. Melihat rute awal sih spot terdekat adalah Nishiki, jadi kami mengambil bis ke arah Shijo-Kawaramachi.

Alih-alih menemukan Nishiki Market (mengikuti saran Google Maps), kami jadinya malah blusukan di Teramachi dan Shin Kyogoku.

Jadi, shopping center-nya Kyoto itu ada di seputaran Shijo-Kawaramachi street. Di sana kamu bakal nemu berbagai macam toko termasuk mall gede seperti Takasihimaya, Marui atau departemen store kaya Daimaru. Merek-merek fashion ternama juga punya butik di daerah ini.

Nah Teramachi dan Shin Kyogoku adalah 2 lorong berdampingan. Aslinya sih pedestarian jalan yang panjang dan beratap ala pasar baru. Kalian bisa menemukan berbagai macam toko mulai jual baju hingga doujin. Restoran dengan menu eropa maupun menu Jepang. Toko suvenir juga banyak terdapat di sini lho, jadi Kyoto Handicraft Center langsung kami coret dari daftar :) Ternyata, Nishiki Market itu adalah sebuah gang yang terdapat di antara kedua jalan ini.

Nishiki menjadi unik karena di sepanjang lorongnya kamu hanya akan menemukan kios-kios bahan makanan (khususnya yang tradisional Jepang). Ga heran kalo Nishiki dijuluki sebagai “Kyoto’s Kitchen”. Gangnya sempit dan selalu ramai pengunjung. Kamu bisa icip-icip juga di sini karena banyak juga kios yang menyediakan sample atau menjual makanan panggang yang bisa dinikmati sambil jalan-jalan. Selain itu, Nishiki Market ini umurnya juga sudah sekian abad (kira-kira mulai sekitar abad 13) dan sampai sekarang masih menjadi pasar yang penting bagi Kyoto.

Karena lapar, kami coba makan siang di seputaran sini. Pilihan jatuh ke restoran yakisoba bernama Mr. Young Men. Harganya sih terjangkau, sekitar JPY 700 untuk satu paket yakisoba + okonomiyaki. Tapi dari sisi rasa, ini masakan Jepang di rating terbawah yang saya rasakan seminggu ini. Masih enakan gyudon di pengkolan dekat hostel. Dan okonomiyakinya kalah jauh dibanding Issen Yoshoku. Tapi tempatnya sih nyaman dan stafnya cukup friedly ^_^ Although they have tripadvisory sticket, i just cant order anything else coz they’ve got pork in the menu :(

Menjelang sore, pas iseng-iseng buka facebook ternyata ada koleha yang ingin nitip gitar via Facebook Messenger. OK, gitar yah? No problem. Sayangnya orang-orang kalo mo nitip itu selalu bertele-tele dan waktunya mepet. Jadi kalau kalian nitip sesuatu ke teman ada baiknya semua informasi yang diperlukan itu sudah kalian kumpulkan. Barangnya apa sampai merek dan tipenya, tokonya di mana dan harganya berapa. Yang saya dapat setelah tek-tokan beberapa kali hanyalah gitar klasik Matsuoka M75.

Untungnya beberapa malam sebelumnya sewaktu kelayapan di Kawaramachi saya sempat melihat ada toko musik. Sialnya waktu kami samperin kesana, saya disorientasi dan tidak menemukan toko tersebut. Hehehehe, memanfaatkan teknologi (ingat pocket LTE router yang saya sewa di postingan sebelumnya) saya dapat menemukan toko musik lainnya yang jauh lebih gede dan lebih lengkap. Sayang lokasinya agak jauh dari halte bus. Jadilah ditengah hujan kami jalan kaki nyamperin toko musik bernama Watanabe itu.

Toko Musik Watanabe, KYOTO

Toko Musik Watanabe, KYOTO

Satu lagi, you have my number so just call me or sms/whatsapp/line me. Facebook Msg is not helping terlebih kalau balasnya sekian belas/puluh menit kemudian.

Akhirnya setelah menggigil kedinginan di pinggir jalan nungguin konfirmasi yang ga kunjung datang, kami memutuskan pulang sajalah. Helpless kalo gini caranya. Padahal Matsuokanya lagi ada diskon gede dan sudah termasuk hardcase. Yah, maybe next time…

Dari sini kami langsung menuju Kyoto Stasion untuk mencari oleh-oleh khas Kyoto. In Japan, souvenirs were born to be eaten. And in Kyoto the choice of edible souvenirs is staggering. There’s creamy green tea pudding, sesame flavored cookies, and innumerable pickles and dried fish. I dont wanna go to iSetan up there but we have Porta and many other shops down here.

Nah suvenir tadi berupa yatsuhashiKue yang terbuat dari tepung beras ini aslinya mempunyai rasa kayu manis (cinnamon), namun kini variasinya kini macam-macam. Ada green tea, wijen, ogura (kacang merah) dan masih banyak lagi. Jadilah saya beli paket rasa kayu manis + green tea + wijen + ogura. Buset deh, 5 bungkus yatsuhashi doang beratnya kok kayanya dah lebih dari 2kg sendiri yah? :P

ngebungkus 2 paket sushi untuk sarapan esok hari :)

ngebungkus 2 paket sushi untuk sarapan esok hari :)

[Travel] Kyoto – Toji Temple

Nyaris lupa waktu di Fushimi Inari, kami memutuskan untuk mengunjungi Kuil Toji. Kuil ini didirikan tidak lama setelah ibukota kekaisaran pindah ke Kyoto di akhir tahun 700an. Letak kuil ini cukup dekat dari Kyoto Station, sekitar 15 menit jalan kaki. Kalau naik kereta cukup 2 menit menggunakan Kintetsu Kyoto Line turun di stasiun Toji. Cuman 1 stop dari Kyoto Station :)

Seperti Kinkaku-ji, kuil ini juga mengalami sejarah yang cukup menyedihkan. Sekitar tahu 1486, kompleks kuil ini mengalami kebakaran hebat. Banyak bangunan yang terbakar. Bangunan utama kuil Toji yang disebut sebagai Aula Kondo adalah salah satu yang terbakar. Namun bangunan ini direkonstruksi ulang pada jaman Edo (1603 – 1867). Tepat di samping Aula Kondo terdapat Kodo Hall yang didirikan oleh Kobo Daishi tahun 825.

Continue reading

(Traveling) Kyoto – Fushimi Inari Taisha

Deretan torii (gerbang) merah yang mengular di lereng Gunung Inari seakan sudah menjadi ikon kota Kyoto. Susunannnya yang rapi serta warnanya yang merah mentereng memberikan kepuasan visual tersendiri bagi para pengunjung dan membuat mereka lupa kalau butuh kurang lebih 2.5 jam untuk menyusuri jalur torii merah ini. Susunan torii merah ini hanya ada di Kyoto, tidak ada di tempat lain di Jepang apalagi di dunia.

Kuil Fushimi Inari ini jauh lebih tua umurnya dari Kyoto sendiri lho. Keduanya menjadi bagian sejarah yang tak terpisahkan. Ibukota Jepang pindah ke Kyoto kurang lebih tahun 794. Sementara Fushimi Inari Taisha dibangun sekitar tahun 711.

Kuil ini didirikan untuk memuja dewa Inari, dewa padi di agama Shinto. Dan di area gunung ini kamu akan banyak menemukan patung rubah. Rubah (kitsune) dianggap sebagai hewan suci karena dia adalah utusan pembawa pesan dari Dewa Inari.

Tiap torii yang ada adalah sumbangan dari para dermawan ataupun pedagang karena Dewa Inari juga dipandang sebagai pelindung bisnis/perdagangan serta pertanian. Makanya di setiap torii ini kita akan menjumpai nama si penyumbang dan jenis usahanya (kalo bisa baca huruf kanji yah :P)

Di bagian paling depan kompleks kuil ini berdiri sebuah gerbang yang disebut sebagai Gerbang Romon. gerbang ini adalah sumbangan dari Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1589. Yang belum tahu Hideyoshi silakan baca novel sejarah Taiko Ki-nya Eiji Yoshikawa yah :)

Romon Gate, sumbangan Toyotomi Hideyoshi

Romon Gate, sumbangan Toyotomi Hideyoshi

Fushimi Inari juga semakin dikenal luas karena dijadikan salah satu lokasi adegan film Memoirs of a Geisha yang dibintangi oleh Michelle Yeoh, Ken Watanabe dan Zhang Ziyi.

Di luar kompleks kuil berjajar deretan toko suvenir maupun warung/rumah makan dengan beraneka ragam menu. Jadi jangan kuatir kalo ingin makan atau mencari oleh-oleh.

Ah satu lagi, Fushimi Inari Taisha ini buka 24 jam dan tidak ada biaya masuknya tidak seperti kuil-kuil lain yang mengenakan biaya masuk antara JPY 500 – JPY 800/orang. Cuman suasananya agak-agak gimana gitu kalo kita kelayapan menyusuri deretan torii merah itu selepas matahari terbenam :P

(Traveling) Kyoto – Kinkakuji

Kalau kemarin kami mengunjungi Pavilion Perak, hari ini kami mengunjungi Pavilion Emas, Kinkaku-ji.

Nama resmi kuil ini adalah Rokuonji, awalnya merupakan tempat peristirahatan shogun Ashikaga Yoshimitsu. Berdasarkan wasiatnya saat meninggal sekitar tahun 1408, pavilion ini kemudian diubah menjadi kuil Zen aliran Rinzai.

Kinkaku-ji sendiri adalah bangunan yang indah berbalut warna emas. Tampak kokoh menghadap kolam yang tenang di depannya. Dan yang mungkin menyedihkan, Kinkaku-ji adalah satu-satunya bangunan asli yang masih berdiri dari kompleks peristirahatan Yoshimitsu. Selain karena bencana, kompleks kuil inipun telah berkali-kali hancur akibat perang. Yang mungkin paling di kenal adalah saat Perang Onin yang menghancurkan sebagain besar Kyoto saat itu. Dan yang terakhir sekitar tahun 1955 saat Kinkaku-ji dibakar oleh biarawan muda bernama Hayashi Yoken.

Kinkaku-ji in a postcard 1950. Courtesy of harwelldesu.com

Kinkaku-ji in a postcard 1950. Courtesy of harwelldesu.com

Kinkaku-ji setelah dibakar tahun 1950 -wikipedia-

Pemerintah Jepang membutuhkan waktu hampir 5 tahun untuk menyelesaikan restorasi Kinkaku-ji. Pada tahun 1955, The Golden Pavilion pun dapat kembali mewujud seperti bentuknya saat ini.

Bangunan utama Kinkaku-ji terdiri dari 3 lantai yang dibangun dengan gaya yang berbeda. Pada postingan sebelumnya saya menuliskan kalau Kinkakuji merupakan poros budaya Kitayama. Pada jaman Yoshimitsu, budaya ini lebih berkembang di lingkaran kalangan elite/borjuis Kyoto saat itu.

Lantai 1 dibangun dengan gaya Shinden yang biasa digunakan untuk membangun istana pada Jaman Heian (yak, yang ngikutin Shanou Yoshitsune pasti kenal jaman ini :P). Ciri khasnya adalah pilar-pilar kayu natural dengan tembok putih. Bangunan lantai dasar ini nampak kontras sekali dengan 2 lantai di atasnya yang berlapis warna emas. Lantai 2 bergaya Bukke yang biasa terdapat di rumah-rumah samurai. Lantai 3 bergaya aula Zen China.

Ada berbagai patung di setiap lantainya. Sayangnya Kinkaku-ji rupanya tidak terbuka buat umum (paling ngga hari itu) jadi kami tidak bisa melihat-lihat isi dalamnya. Di lantai 1 ada patung shogun Yoshimitsu dan Shaka Buddha (sejarah Buddha). Di lantai 2 terdapat patung Kannon Bodhisattva yang dikelilingi oleh 4 Raja Langit.

Saya cuman bisa bengong. Melihat obyek sejarah dengan mata kepala sendiri itu memang beda…

Perlu diingat, kompleks kuil ini gede banget lho :) Walau bangunan asli hanya tersisa satu, tapi taman yang berada di dekat Kinkaku-ji ini adalah taman yang sama sejak jaman Yoshimitsu dulu. Paling ga desain tamannya tidak pernah diubah.

Wow!

Banyak spot-spot menarik di taman ini. Salah satunya adalah kolam Anmintaku yang katanya tidak akan pernah kering, juga ada semacam patung tempat orang melemparkan koin keberuntungan.

Duh suasananya yang tenang, damai kayanya membuat saya pingin menghabiskan umur di sini deh :)

Di ujung taman kita akan menjumpai toko suvenir kecil, kemudian Tea Garden. Cukup rogoh kocek JPY 500 buat menikmati matcha atau jajanan lainnya di taman ini :P Dan terakhir adalah Fudo Hall, kuil kecil tempat patung Fudo Myoo diletakkan. Di sini kamu juga bisa membeli ramalan dari kotak-kotak merah seperti foto berikut. Modalnya cukup 1 koin JPY 100 saja. Kalau ramalannya bagus, kertasnya bisa kamu bawa pulang. Kalau tidak bagus, bisa diikat di tempat yang telah disediakan di dekat kuil.

Jangan kuatir, ada yang versi romanji berbahasa inggris kok :)

Salah satu alasan mengapa saya lebih suka menghabiskan waktu di satu tempat dari pada lompat dari satu kota ke kota lain adalah i lost track of time. Cuaca hari itu cerah sekali walau anginnya cukup dingin. Dan ga berasa kami sudah lebih dari setengah hari menghabiskan waktu di Kinkaku-ji saja.

Tujuan berikutnya adalah Kyoto Manga Museum. Saya hampir ga sempat memotret di Manga Museum. Yah selain didalam museum emang ga boleh motret, kami heboh sendiri dengan koleksi manga di gedung 3 lantai ini yang buanyak banget. Manga tertua yang saya temui diterbitkan sekitar akhir tahun 40an lho. Ada juga Manga alih bahasa dari negara lain termasuk Doraemon versi Bahasa Indonesia.

Dan betapa bahagianya sewaktu di sini saya menemukan Danbo edisi baru yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Edisi Calbee :)

Welcome to the family

Welcome to the family

Sehabis dari Manga Museum, kami blusukan di Kawaramachi untuk mencari makan malam. Ga sengaja nemu warung sushi, ya udah kami langsung masuk saja. Tau-tau sudah 16 apa 17 piring sushi tergeletak di meja :P Ahahahaha, ternyata warung yang bernama Sushi no Mushashi ini masuk rekomendasi TripAdvisory juga lho. Harganya juga terjangkau (masih mahalan sushi-tei or sushigroove btw :P)

oh, ini masih porsi pembukaan :)

oh, ini masih porsi pembukaan :)