[Travel] Kyoto – Toji Temple

Nyaris lupa waktu di Fushimi Inari, kami memutuskan untuk mengunjungi Kuil Toji. Kuil ini didirikan tidak lama setelah ibukota kekaisaran pindah ke Kyoto di akhir tahun 700an. Letak kuil ini cukup dekat dari Kyoto Station, sekitar 15 menit jalan kaki. Kalau naik kereta cukup 2 menit menggunakan Kintetsu Kyoto Line turun di stasiun Toji. Cuman 1 stop dari Kyoto Station :)

Seperti Kinkaku-ji, kuil ini juga mengalami sejarah yang cukup menyedihkan. Sekitar tahu 1486, kompleks kuil ini mengalami kebakaran hebat. Banyak bangunan yang terbakar. Bangunan utama kuil Toji yang disebut sebagai Aula Kondo adalah salah satu yang terbakar. Namun bangunan ini direkonstruksi ulang pada jaman Edo (1603 – 1867). Tepat di samping Aula Kondo terdapat Kodo Hall yang didirikan oleh Kobo Daishi tahun 825.

Continue reading

(Traveling) Kyoto – Fushimi Inari Taisha

Deretan torii (gerbang) merah yang mengular di lereng Gunung Inari seakan sudah menjadi ikon kota Kyoto. Susunannnya yang rapi serta warnanya yang merah mentereng memberikan kepuasan visual tersendiri bagi para pengunjung dan membuat mereka lupa kalau butuh kurang lebih 2.5 jam untuk menyusuri jalur torii merah ini. Susunan torii merah ini hanya ada di Kyoto, tidak ada di tempat lain di Jepang apalagi di dunia.

Kuil Fushimi Inari ini jauh lebih tua umurnya dari Kyoto sendiri lho. Keduanya menjadi bagian sejarah yang tak terpisahkan. Ibukota Jepang pindah ke Kyoto kurang lebih tahun 794. Sementara Fushimi Inari Taisha dibangun sekitar tahun 711.

Kuil ini didirikan untuk memuja dewa Inari, dewa padi di agama Shinto. Dan di area gunung ini kamu akan banyak menemukan patung rubah. Rubah (kitsune) dianggap sebagai hewan suci karena dia adalah utusan pembawa pesan dari Dewa Inari.

Tiap torii yang ada adalah sumbangan dari para dermawan ataupun pedagang karena Dewa Inari juga dipandang sebagai pelindung bisnis/perdagangan serta pertanian. Makanya di setiap torii ini kita akan menjumpai nama si penyumbang dan jenis usahanya (kalo bisa baca huruf kanji yah :P)

Di bagian paling depan kompleks kuil ini berdiri sebuah gerbang yang disebut sebagai Gerbang Romon. gerbang ini adalah sumbangan dari Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1589. Yang belum tahu Hideyoshi silakan baca novel sejarah Taiko Ki-nya Eiji Yoshikawa yah :)

Romon Gate, sumbangan Toyotomi Hideyoshi

Romon Gate, sumbangan Toyotomi Hideyoshi

Fushimi Inari juga semakin dikenal luas karena dijadikan salah satu lokasi adegan film Memoirs of a Geisha yang dibintangi oleh Michelle Yeoh, Ken Watanabe dan Zhang Ziyi.

Di luar kompleks kuil berjajar deretan toko suvenir maupun warung/rumah makan dengan beraneka ragam menu. Jadi jangan kuatir kalo ingin makan atau mencari oleh-oleh.

Ah satu lagi, Fushimi Inari Taisha ini buka 24 jam dan tidak ada biaya masuknya tidak seperti kuil-kuil lain yang mengenakan biaya masuk antara JPY 500 – JPY 800/orang. Cuman suasananya agak-agak gimana gitu kalo kita kelayapan menyusuri deretan torii merah itu selepas matahari terbenam :P

(Traveling) Kyoto – Kinkakuji

Kalau kemarin kami mengunjungi Pavilion Perak, hari ini kami mengunjungi Pavilion Emas, Kinkaku-ji.

Nama resmi kuil ini adalah Rokuonji, awalnya merupakan tempat peristirahatan shogun Ashikaga Yoshimitsu. Berdasarkan wasiatnya saat meninggal sekitar tahun 1408, pavilion ini kemudian diubah menjadi kuil Zen aliran Rinzai.

Kinkaku-ji sendiri adalah bangunan yang indah berbalut warna emas. Tampak kokoh menghadap kolam yang tenang di depannya. Dan yang mungkin menyedihkan, Kinkaku-ji adalah satu-satunya bangunan asli yang masih berdiri dari kompleks peristirahatan Yoshimitsu. Selain karena bencana, kompleks kuil inipun telah berkali-kali hancur akibat perang. Yang mungkin paling di kenal adalah saat Perang Onin yang menghancurkan sebagain besar Kyoto saat itu. Dan yang terakhir sekitar tahun 1955 saat Kinkaku-ji dibakar oleh biarawan muda bernama Hayashi Yoken.

Kinkaku-ji in a postcard 1950. Courtesy of harwelldesu.com

Kinkaku-ji in a postcard 1950. Courtesy of harwelldesu.com

Kinkaku-ji setelah dibakar tahun 1950 -wikipedia-

Pemerintah Jepang membutuhkan waktu hampir 5 tahun untuk menyelesaikan restorasi Kinkaku-ji. Pada tahun 1955, The Golden Pavilion pun dapat kembali mewujud seperti bentuknya saat ini.

Bangunan utama Kinkaku-ji terdiri dari 3 lantai yang dibangun dengan gaya yang berbeda. Pada postingan sebelumnya saya menuliskan kalau Kinkakuji merupakan poros budaya Kitayama. Pada jaman Yoshimitsu, budaya ini lebih berkembang di lingkaran kalangan elite/borjuis Kyoto saat itu.

Lantai 1 dibangun dengan gaya Shinden yang biasa digunakan untuk membangun istana pada Jaman Heian (yak, yang ngikutin Shanou Yoshitsune pasti kenal jaman ini :P). Ciri khasnya adalah pilar-pilar kayu natural dengan tembok putih. Bangunan lantai dasar ini nampak kontras sekali dengan 2 lantai di atasnya yang berlapis warna emas. Lantai 2 bergaya Bukke yang biasa terdapat di rumah-rumah samurai. Lantai 3 bergaya aula Zen China.

Ada berbagai patung di setiap lantainya. Sayangnya Kinkaku-ji rupanya tidak terbuka buat umum (paling ngga hari itu) jadi kami tidak bisa melihat-lihat isi dalamnya. Di lantai 1 ada patung shogun Yoshimitsu dan Shaka Buddha (sejarah Buddha). Di lantai 2 terdapat patung Kannon Bodhisattva yang dikelilingi oleh 4 Raja Langit.

Saya cuman bisa bengong. Melihat obyek sejarah dengan mata kepala sendiri itu memang beda…

Perlu diingat, kompleks kuil ini gede banget lho :) Walau bangunan asli hanya tersisa satu, tapi taman yang berada di dekat Kinkaku-ji ini adalah taman yang sama sejak jaman Yoshimitsu dulu. Paling ga desain tamannya tidak pernah diubah.

Wow!

Banyak spot-spot menarik di taman ini. Salah satunya adalah kolam Anmintaku yang katanya tidak akan pernah kering, juga ada semacam patung tempat orang melemparkan koin keberuntungan.

Duh suasananya yang tenang, damai kayanya membuat saya pingin menghabiskan umur di sini deh :)

Di ujung taman kita akan menjumpai toko suvenir kecil, kemudian Tea Garden. Cukup rogoh kocek JPY 500 buat menikmati matcha atau jajanan lainnya di taman ini :P Dan terakhir adalah Fudo Hall, kuil kecil tempat patung Fudo Myoo diletakkan. Di sini kamu juga bisa membeli ramalan dari kotak-kotak merah seperti foto berikut. Modalnya cukup 1 koin JPY 100 saja. Kalau ramalannya bagus, kertasnya bisa kamu bawa pulang. Kalau tidak bagus, bisa diikat di tempat yang telah disediakan di dekat kuil.

Jangan kuatir, ada yang versi romanji berbahasa inggris kok :)

Salah satu alasan mengapa saya lebih suka menghabiskan waktu di satu tempat dari pada lompat dari satu kota ke kota lain adalah i lost track of time. Cuaca hari itu cerah sekali walau anginnya cukup dingin. Dan ga berasa kami sudah lebih dari setengah hari menghabiskan waktu di Kinkaku-ji saja.

Tujuan berikutnya adalah Kyoto Manga Museum. Saya hampir ga sempat memotret di Manga Museum. Yah selain didalam museum emang ga boleh motret, kami heboh sendiri dengan koleksi manga di gedung 3 lantai ini yang buanyak banget. Manga tertua yang saya temui diterbitkan sekitar akhir tahun 40an lho. Ada juga Manga alih bahasa dari negara lain termasuk Doraemon versi Bahasa Indonesia.

Dan betapa bahagianya sewaktu di sini saya menemukan Danbo edisi baru yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Edisi Calbee :)

Welcome to the family

Welcome to the family

Sehabis dari Manga Museum, kami blusukan di Kawaramachi untuk mencari makan malam. Ga sengaja nemu warung sushi, ya udah kami langsung masuk saja. Tau-tau sudah 16 apa 17 piring sushi tergeletak di meja :P Ahahahaha, ternyata warung yang bernama Sushi no Mushashi ini masuk rekomendasi TripAdvisory juga lho. Harganya juga terjangkau (masih mahalan sushi-tei or sushigroove btw :P)

oh, ini masih porsi pembukaan :)

oh, ini masih porsi pembukaan :)

(Traveling) Kyoto – Persiapan

kansaitrip_20140313083932_00399_lgg2

Yah di postingan sebelumnya saya sudah nulis kenapa milih Kyoto sebagai tujuan wisata kali ini.
Berikut saya akan coba sharing persiapan yang saya lakukan untuk perjalanan tersebut.

1. Akomodasi
Jadi, untuk perjalanan 8 – 14 Maret 2014, tiketnya sudah saya beli 2 April 2013.
Whattt?
Yup, setahun sebelumnya saya sudah punya tiketnya. Thanks to AirAsia, your tagline “now everyone can fly” is not just a tagline :)
Jadi rajin-rajinlah berburu tiket murah dari berbagai maskapai penerbangan yang ada. Bisa lewat notifikasi email, twitter, facebook, any channel now can be reached.
Sebagai gambaran, untuk tiket pesawat AirAsia Jakarta-Kyoto PP + Pajak + Asuransi + bagasi 20 & 30kg (yg ini kayanya too much) + Pick a Seat biayanya adalah 3.4jt. FYI, tiket pp ‘normal’ paling murah dengan Air Asia (tanpa bagasi) beberapa hari lalu saya cek sekitar 5juta sekian. Katakanlah 6 juta.

Untuk tempat nginap sih ga begitu pusing karena ada hostelworld.com, bookings.com dan banyak situs sejenis lainnya. Tinggal pilih lokasi, book tempat kamu nginap, sudah deh gitu saja. Mungkin ada situs yang mengenakan DP (down payment), tapi itupun cuman 10% dari total transaksi. Jadinya ya kamu harus punya kartu kredit untuk situs seperti ini.

kansaitrip_20140308141929_00042_lgg2

LCCT Kuala Lumpur

Kansai, here we come

Kansai, here we come

Tempat nginap pilihan jatuh ke Hana Hostel. Selain banyak review bagus, tempatnya juga strategis.
Ah iya lupa bilang, situs semacam tripadvisory, lonely planet n sejenisnya itu membantu menambah bahan analisa kita juga lho :)

Yayyyy, hidup crowdsourcing. Sharing really is caring :)

Setelah akomodasi beres, saya punya waktu hampir satu tahun buat budgeting yang lain-lain (makan, souvenir, dll).

2. Visa
Ngurus Visa Jepang itu sangat mudah kok.
Memenuhi syarat-syaratnya yang mungkin tidak hehehehehehehe.
Coba baca tautan berikut ini untuk mengetahui syarat-syarat apa saja yang dibutuhkan untuk visa Jepang.
Garis besarnya sih

  1. Paspor
  2. Isi formulir yang bisa di download PDF nya, plus foto paling lama 6 bulan terakhir (bagusnya yang terbaru) ukuran 4,5 X 4,5 cm, latar belakang putih. Sebenarnya tempat-tempat foto besar seperti Fuji Image Plaza, Kodak n sejenisnya dah tau foto visa yang dimaksud seperti apa. Tapi banyak yang merekomendasikan fotonya ke Djakarta Photo saja yang di Jl. Sabang.
  3. Fotokopi KTP (jangan dipotong sesuai ktp yah, biarin ajah di kertas A4 nya)
  4. Fotokopi Kartu Mahasiswa atau Surat Keterangan Belajar (saya ga pake ini, karena bukan mahasiswa lagi :P)
  5. Bukti pemesanan tiket (tinggal print dari AirAsia)
  6. Jadwal Perjalanan (ada formnya juga tinggal download dan isi)
  7. Fotokopi dokumen yang bisa menunjukkan hubungan dengan pemohon (kalo lebih dari 1 pemohon visanya, tapi saya ga pake ini)
  8. Dokumen yang berkenaan dengan biaya perjalanan. Nah ini yang paling ribet, karena kamu harus ke bank untuk print transaksi 3 bulan terakhir. Kalo bank nya satu kota dengan domisili sih ga masalah. Kaya si Rara itu akun BCA-nya buka di Makassar, dia di Jakarta. Jadi kalo ingin cetak 3 bulan transaksi harus ke Makassar sana tempat di mana akunnya di daftarkan. Biyuh…

Nah di sini sekalian saya minta surat rekomendasi dari Bank untuk permohonan pembuatan Visa. Bank dah punya templatenya sih, tinggal dikasih tahu saja Visa untuk kedutaan mana.
Saya juga menyertakan surat keterangan kerja ama surat pengantar permohonan visa dari perusahaan tempat saya bekerja sebagai pelengkap.

Setelah itu dokumen disusun berdasarkan urutan, bawa ke kedutaan Jepang di Thamrin (jam 8-12). Petugas akan memeriksa ulang jika ada kekurangan. 3-4 hari kerja kemudian tinggal datang lagi ke kedutaan untuk ambil paspor (jam 13-15) dan bayar.
Kalo diterima hasil visanya akan seperti ini :P

kansai-20140308_09_x100s_DSF0536

ooc x100s, sukaa

Kalo tidak diterima ya jangan kalap besoknya atau minggu berikutnya apply lagi. Sebaiknya sih tunggu 6 bulan lagi buat apply kembali.

3. Getting connected
Despite its image as a sleek, technologically advanced society, Japan really sucks when it comes to free wi-fi hotspots. Serious.
Okelah ada mulai ada upaya untuk menjadikan kota-kota besar di Jepang sebagai WiFi City seperti di Osaka ini, tapi hotspotnya juga (masih) terbatas. Saya sih ga terlalu mempermasalahkan, asal di penginapan ada. Cuman teman-teman seperjalanan sepertinya ga bisa idup kalo ga konek internet, so I have to find a way out :)
Menyewa WiFi Router.
Ini pengeluaran sunnah, kalo buat dipakai sendiri sama ajah dengan pemborosan tapi kalo dipake ramai-ramai jatuhnya jadi murah banget. Operator yang saya pilih adalah japan-wireless.com

  •  WiFi Router Portabel/ MiFi (Mobile WiFi) seperti di bawah ini mendukung jaringan LTE (wooo, imagine the speed) dan mampu melayani koneksi hingga 10 perangkat.

    pocketWiFi package

    pocketWiFi package, ooc x100s, sukaa

  • Biasa sewa modem ini untuk 5 hari adalah JPY 5000 + JPY 500 untuk biaya kirim
  • Roaming data “unlimited” operator 3G GSM saya tarifnya adalah IDR 100k/hari atau IDR 300k/5 hari. Kalo untuk perorangan sih IDR 300k/5 hari ‘unlimited’ cukup menggiurkan. Tapi ini kan roaming, saya seram sendiri kalo nanti balik ke Indonesia kena “bill shock”. Jadi pilih aman saja. Matiin 3G data, cukup nyalakan voice + tethering konek ke router ini over WiFi dengan speed LTE. Bayar 1 buat rame-rame :)
  • Speed bikin ngiler, ga pernah ada masalah di spot-spot yang saya kunjungi. Batre bisa tahan sampai sore (idupin jam 8-9 pagi, colok powerbank jam 4 sore kalo konek terus tanpa dimatikan). Mantap kan? :)

Gadget?
Ummm, standar sih bawaan saya. Macbook Air (transfer/backup foto) + iPad Mini (dipake kalo butuh layar gedean untuk peta/maen game/hp lowbatt), kamera (itupun yang mirrorless, DSLR tinggal di rumah). Dan sapa sangka hasil kamera LG G2 ini memuaskan, sementara iPhone5 saya masih di service center TAM yang udah 3 minggu tidak ada update kabarnya.

kansaitrip_20140309072406_00091_lgg2

X100s always at hand

(Traveling) Kenapa Kyoto?

kansaitrip_20140313082330_00552_lgg2

The traveler sees what he sees, the tourist sees what he has come to see.

Gilbert K. Chesterton

Tanggal 8 Maret kemarin akhirnya saya berkesempayan berkunjung ‘beneran’ ke Jepang. Tujuannya adalah Kyoto.

Lha? Bukannya Oktober 2013 kemarin sempat ke Jepang juga?

Iya, tapi itu kan cuman transit doang. This one was a week full time. Umm, ga full seminggu juga sih.

Kenapa Kyoto? Kenapa ga Osaka, atau Tokyo?

Sederhana saja sih alasannya.
Saya ini suka sejarah, i love anything about history. Semakin tua sejarahnya semakin saya suka.
Dan jika kita berbicara tentang -sejarah- Jepang, maka hal pertama yang ada dalam wishlist saya adalah KYOTO.
Saya sudah di Jepang kalo  sudah mengunjungi Kyoto.

kansaitrip_20140310104941_00206_lgg2

And believe me, spending a week alone in Kyoto is not enough!
There are so many spots to see, so many shrine-temple to visit.
Dan berkunjung dalam kacamata saya bukan sekedar datang, foto selfie ala turis lainnya, trus lompat ke spot lainnya.

I wanna know the detail about it, I wanna know the stories behind every wood, window, rocks, anything part of those places. Sayang karena kemampuan berbahasa Jepang saya yang minus, akhirnya lebih banyak ngandelin materi online. But that’s OK. Saya jadi punya alasan buat lebih serius belajar bahasa Jepang, karena saya ingin ke sana lagi. (sebelumnya kan biar sekedar ngerti baca manga or nonton anime/dorama)

kansaitrip_20140311115640_00428_lgg2

Kinkakuji, The Golden Pavilion

Saya ga habis pikir. Dengan iklim seperti itu, kondisi geografis yang hobi gempa, perang dan lain sebagainya,  gimana caranya orang-orang Jepang ini mempertahankan bangunan-bangunan kuno tersebut. Kalo melihat ke kampung halaman, kok kayanya ngenes banget kondisinya. Ga sekedar bangunan sih, budayanya juga kurang lebih terefleksi di orang-orang Kyoto nya.

Saya pernah nyeletuk ke Rara
Kalo kamu mau lihat bangunan kuno yang megah, arsitektur yang menawan kamu bisa datang ke Paris. I’ve been there, i like it.
Tapi kalo kamu ingin merasakan budaya kuno itu sendiri hidup di sekeliling kamu, saya bersyukur Alloh SWT mewujudkan mimpi saya untuk bisa berkunjung ke Kyoto.

kansaitrip_20140310173204_00382_lgg2

Makanannya juga enak ;)
Butaniku wa dame desu…
Jadi jangan nyobain ramen, gyoza apalagi tonkatsu dah jelas itu :P
Yang lain masih grey area unless makanan vegetarian, syukurlah saya tinggal ga jauh-jauh amat dari warung sushi ^_^

Yayyyy…..

Insya Allah saya akan ke Kyoto lagi dan beberapa kota lain yang memiliki sejarah kuno.

Berikut adalah foto-foto ala kadarnya yang saya ambil menggunakan ponsel LG-G2 (D802).
Ya ya ya, iPhone5 saya masih di TAM yang ga jelas proses perbaikan sleep buttonnya sampe sakarang kaya apa. Busuk emang kualitas pelayanan iPhone resmi di Indonesia.

Sisanya plus foto-foto dari Fuji X100s nanti diupload ke Picasa – Flickr deh :)

Picasa Kyoto – LG G2 album

8 Hours at Narita, Japan

After spent about 8 hours flight from Singapore, I still had 8 hours layover at Narita International Airport waiting for the next flight to San Jose, USA. So, I did a small research before about Narita City (going to Tokyo was never be in my plan). I love history, things that are old, ancient, vintage. Therefore, I prefer to go to places that still have relics of ancient history, especially before the end of the renaissance.

Ok, what would Narita offer to us?
Well we have plenty of choices actually regarding to what some people say that there’s “nothing” around Narita City. From Narita-san Shinsh?-ji temple to Sawara Town also known as “Little Edo”. Due to my time calculation and try to be rational, I decided to visit only Narita-san Shinsh?-ji.

It’s very easy to go there from Narita Airport. You need only JPY 250 one way/person to take JR Narita train + 15 to 20 minute walk from JR Narita or Keisei Narita Stations. This is a tricky part because it could take more than 30 minutes to reach the temple gate. It it so far away?

Don’t get we wrong. It’s only 800m straight to the temple. In fact, because you’re enjoying the walk so much that could make you lost time.

The road to Narita-san Shinsh?-ji is known as Omotesando. But at the both side of the road there are numerous shops, restaurant, inns. From what i’ve read, it’s there for more than 300 years.

Too bad we’re there at 9am. Most of the shops/restaurant still close or the owners are preparing the shops to be opened. I wonder if I was there at 3pm upward, weather getting cooler (it was hot), lamps are turned on, and people wearing kimono greeting their customer. I could imagine my self being in the era described inside Eiji Yoshikawa’s books :) There are so much to tell, better you go there your self :P I want to go there again.

So here we are at the “main course” :P

Narita-san Shinsh?-ji is a Shingon Buddhist temple located in central Narita, Chiba, Japan. And It’s BIG!!

Temple in Japan usually is a complex contains several buildings. Well not to mention it also has garden, pagodas, a small forest i could say. At some place you have to walk through stairs and it’s pretty high.

It was founded in 940 by Kanch? Daisojo, a disciple of Kobo Daishi. The temple became importance starting in the Edo Period (1603 – 1867), when it gained the patronage of the Tokugawa Shogunate. I recommend you to read book “Taiko” by Eiji Yoshikawa. You’ll see a piece of Japanese ancient history that is worth to be studied later on.

You see, the temple is more than 1000 years old. It’s amazing, and what amazed me more is that it still there in one piece (well, IMO). The Japanese did a very great job for keeping this heritage like it is today. It’s like an upside down when I look back to my country. There’s no much left…

Narita-san is one of Japan’s most popular destinations during New Year’s Day. And why is that? Umm, japanese has different way to celebrate new year (that 1st january new year). They usually stay at home with the family, eating traditional food and other activities. After that they had hatsumode, the first shrine to visit of the new year. Narita-san is one of the destination for that even from long back then in the Edo era.

At that days, people will walk about 64km from Edo to visit temple at Narita. To nourish the tired pilgrims, many unagi, or grilled eel, shops were opened. And you’ll still see many “eel restaurant” down the Omotesando Road. Don’t worry @belutz, you’re safe bro :)

I could’t wait for March 2014, I’ll be at Osaka-Kyoto-Nara-Kobe. The Old Japan, meanings more temples, more castles.

As usual, you can view more photos at my flickr or facebook account.

Subeteda ne, domo arigatou gozaimashita

note: some photos from my iPhone

Buggy & Connecting Flight

Pernah mengalami saat-saat menegangkan saat bepergian dengan connecting flight dari maskapai penerbangan yang berbeda? Nah Rara, Eriska dan saya punya satu cerita menarik.

2 Oktober kemarin Rara, Eriska dan saya berangkat ke Santa Clara dengan rute Jakarta – Singapura – Narita, Jepang – San Jose, California. Di Soekarno-Hatta, Rara dan saya ditawari petugas Garuda untuk ikut penerbangan ke Singapura yang jam 6 sore. Tawaran ini akan memudahkan kami di Singapura supaya punya waktu transit yang cukup karena kalo ikut itenerary awal, kami nyaris ga punya waktu transit. Landing di Singapura 23:45, jam 00:45 dah take off lagi ke Jepang.

cgksinjpy_20131002205309_21532

Gerakan offline sejenak itu memang benar

Hal itu ga bisa saya lakukan karena saya harus berangkat bareng Eriska no matter what. Sementara Eriska masih di Surabaya dan pesawatnya baru akan mendarat di CGK sekitar jam 5 sore. Belum lagi petugas Garuda di Surabaya rada-rada oon soal bagasi. Mintanya langsung ke San Jose lha kok malah disuruh ambil di Singapura, abis itu disuruh ambil ke Narita. Buset dah. Kalau saja petugas Garuda di Surabaya ga oon, kami bertiga bisa ikut flight jam 6 (Eriska bakal dikit lari-lari sih)

Jadilah kami tetap ke itenerary awal dan saya sudah wanti-wanti kalo di Changi nanti kita bakal jadi atlet marathon dadakan. Pindah dari T3 ke T2 Changi itu jarak yang cukup jauh. Dan saya juga ga tau skytrain-nya masih jalan apa ngga jam segitu. Dan benar saja, sesaat sebelum persiapan landing, kami bertiga diminta oleh pramugari Garuda untuk pindah ke barisan depan. Kenapa? Supaya kita bisa keluar pesawat lebih dulu untuk mengejar penerbangan berikutnya. Kru garuda pun sudah koordinasi dengan kru ANA yang sudah standby di T3 Changi.

Kembali teringat pengalaman beberapa tahun lalu di Eropa. Saat itu penerbangan saya dari Paris ke Frankfurt delay, sehingga nyampe di Frankfurt amat sangat mepet dengan penerbangan saya selanjutnya ke Singapura. Lari-lari deh di bandara. OMG, it’s gonna be SSDD.

Begitu keluar pesawat kami bertiga langsung mulai lari untuk mencari letak skytrain serta arah ke T2. Berasa banget karena berat ransel saya saat itu 8.7kg :( Tapi ternyata penderitaan kami ga sampe 2 menit karena di ujung lorong sudah ada staf ANA yang unyu menunggu kami. Ga cuma itu, kami disediakan angkutan (yang disebut sebagai Buggy Car) yang akan membawa kami ke T2. Dari bayangan harus lari marathon, kami sedikit kebut-kebutan di buggy car disertai tatapan aneh para pengunjung Changi malam itu….

cgksinjpy_20131002220545_21538

kok bisa-bisanya mereka cengengesan gini padahal terancam ketinggalan pesawat

Masalah belum berakhir. Di transfer desk, saya lupa kodepos Marriot Santa Clara. Sepertinya efek adrenalin neh :P Kertas-kertas ada di koper atau somewhere deep inside my backpack. Gadget rata-rata masih posisi dimatikan dan WiFi Changi malam itu seakan-akan ngeledekin kami. Beruntung terminal free Internet di dekat transfer desk berfungsi lancar semua. Fiuhhhhh. Dan yang melegakan adalah NH902 malam itu diberitakan delay 10-15 menit. Horeeeeee :P

Alhasil sepanjang 7 jam flight ke Jepang saya pilih tidur saja selepas makan malam.

cgksinjpy_20131002203809_21530 cgksinjpy_20131002204551_21535 cgksinjpy_20131003042918_31541
cgksinjpy_20131003063234_31545 cgksinjpy_20131003033625_9520 cgksinjpy_20131003041218_31540

 

[box type=”note”]Untuk kru Garuda GA 836, kru ANA kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Tanpa bantuan anda, kami mungkin malah akan tertinggal pesawat.[/box]