28-07-2010
Hari pertama di Magetan cuma tidur sampai menjelang dhuhur (nyetir 15 jam itu cuapek banget jendral), maem siang trus turun ke kali tempat saya sering main waktu kecil dulu. Batu gunung segede kebo yang dulu ada di sisi jalan sudah ga ada. Hutan bambu juga mulai berkurang kayanya karena banyak yang ditebang baru-baru ini.
Sampai di bawah, sungai yang dulu tempat saya maen waktu kecil, ngadem kalo pas kepanasan siang-siang, nyari ikan wader ma udang baru (mayan buat lauk makan) masih mengalir kencang. Ga sejernih dulu, sepertinya di hulu ada bagian yang berpasir/berlumpur. Jembatan yang menghubungkan 2 bukit dan 2 desa sudah berganti dengan jembatan beton yang kokoh.
Sayang hamparan sawahnya banyak beralih fungsi ditanamin tumbuhan lain. Entah karena musim tanam padi sudah lewat sehingga diganti umbi-umbian, kacang dan jagung. Atau memang bertanam padi sudah sebegitu kecil profitnya sehingga para petani mencoba peruntungan dengan menanam tumbuhan lain.
Pas berlibur ke rumah almarhum nenek, saya ma teman-teman sekampung dulu suka kejar-kejaran dari ujung utara ke ujung selatan. Abis itu kalau capek ya numpang nggletak di gubuk yang ada di sawah, atau kalo ga ya kungkum di kali.
Suasana segar pedesaan yang belum banyak terjamah bangunan beton, masih banyak tumbuhan, sungguh menyegarkan fisik maupun pikiran.
Setelah puas lihat-lihat sawah dan sungai, saya mesti jadi sopir. Mengantarkan adik , paman n para bibi ke pasar untuk mencari bahan-bahan keperluan tahlilan untuk 5 hari ke depan. Jadilah ber-6 agak berdesakan di Rush yg mestinya isinya cuman buat 5 orang ^_^.
Sementara yang lain belanja di pasar, saya mengantarkan Rara jalan menyusuri bagian depan pasar. Pasar sayur ini ga terlintas keluar dari ingatan saya. Saya masih rancu dengan pasar baru yang letaknya di dekat alun-alun Kota Magetan. Entahlah. Seingat saya dulu banget pernah ikut almarhum nenek jualan beras, ada lapak yang cuman terbuat dari lantai semen di mana pedagang bisa gelar dagangannya di situ. I dont know which one it was …
Di depan pasar ada penjual bakso dan kami tergoda untuk mencicipinya (Rara sih, bukan saya). Jadilah order semangkok (yang kemudian nambah semangkok lagi). Plus 2 gelas es degan (kelapa muda). Karena dah sore, menunya tinggal dikit. Tapi rasanya tetap mak nyuzzz
Kebetulan sinyal Telkomsel Flash dan IM2 Broom di depan pasar ini cukup bagus. Jadi pas hari kedua kami ke pasar lagi, saya masih sempat buka Mac, VPN ke kantor dan remote beberapa pekerjaan. Jadilah saya diketawain Rara (yang kembali makan bakso itu lagi) karena setelah sadar saya ternyata udah dikerumuni beberapa anak SD yang baru pulang sekolah yang mungkin belum pernah lihat orang buka-buka laptop di pasar :P
Oh iya, sempat memperhatikan ibu ini dan ambil beberapa fotonya. Sendirian beliau membawa segitu banyak besek (kotak dari anyaman bambu) untuk dijajakan di pasar.
Melihat ini jadi miris dan trenyuh rasanya. Teringat almarhum nenek, cuman bisa membuat menitikkan air mata. Sementara di Jakarta para anggota dewan keparat itu sibuk hambur-hamburkan duit untuk kegiatan yang ga banyak guna, di sini orang-orang struggle untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mungkin ga seberapa.
Cih.
Kami dulu menyebutnya mobil cetul (e dibaca seperti di echo atau gawe). Entah mobil di atas isinya apa,yang jelas roda belakang sampai sebegitunya.
Mitsubishi memang jaminan sebagai kendaraan angkut yang handal. Mobil-mobil di pasar ini saya perhatikan di atas 90% menggunakan merek pabrikan Jepang dengan lambang 3 berlian ini.
Selepas dari pasar kembali ke rumah untuk persiapan tahlilan. Selesai tahlilan saya sempat mengantar pulang dulu sepupu dan putranya yang lucu ini.
Jam 10 malam saya, rara bersama 2 adik saya (yuli n didik) plus agus (sepupu) berangkat ke Malang. Tujuannya sih ngantar mereka pulang ke Malang plus supaya saya punya spare waktu istirahat karena setelahnya harus kembali menyusuri pantura untuk kembali ke Jakarta.
Selamat tinggal Magetan. Selamat jalan Mbah Suliatun, semoga amal ibadahmu akan mendapat pahala yang setimpal dan dapat beristirahat dengan tenang di sisi Allah SWT.